Nait, gmitklasiskupangbarat.or.id – “Satu per satu telur yang disimpan di rak telur pasti aman, tetapi telur yang disimpan dalam satu keranjang beresiko retak dan pecah. Demikian halnya dengan keluarga, perkumpulan ini untuk mempererat atau…? Apakah yang diharapkan, sad ending (akhir yang sedih) atau happy ending (akhir yang bahagia)?” Demikian salah satu pernyataan dalam khotbah oleh Pdt. Aneke Ina, S.Si.Teol dalam ibadah marga Bani Boys di Nait. Ibadah marga Bani Boys berlangsung pada 21 Oktober 2022.
Khotbah Pdt. Aneke Ina didasarkan pada Ayub 25:1-6. Ia menggambarkan kedekatan Ayub dan sahabat-sahabatnya seperti sebuah keluarga. Karena itu dalam kedekatan ditemukanlah perbedaan dan perselisihan. Salah satu sahabat Ayub yaitu Bildad memberikan pernyataan tentang tidak ada seorangpun benar di hadapan Tuhan, termasuk Ayub yang sementara menderita. Semua manusia hanyalah ulat. Ayub yang membutukan penguatan dari para sahabat, nyatanya tidak dipahami tetapi malah dipojokkan. Itulah resiko kedekatan, semakin dekat selalu saja akan ditemukan perbedaan yang jika tidak diatur dengan baik maka akan menjadi konflik berkepanjangan bagi keluarga. Dalam hal ini dibutuhkan pengorbanan. Sebagai keluarga sedarah dalam satu garis keturunan, tidak berarti memiliki karakter yang sama. Pasti terdapat perbedaan. Maka tiap perbedaan itu kiranya saling melengkapi dan dilakukan dalam kerendahan hati dan berkorban.
Ibadah marga atau kelompok kekerabatan atau keluarga Bani Boys merupakan ibadah kesepuluh dari lima belas marga di GMIT Jemaat Oemathonis Nait. Ibadah ini dihadiri oleh keturunan Sus Boys dan Laku Tasi yang terdapat di Nait, Bone, Taloitan, Oenesu dan Kupang. Anak-anak dari Sus Boys dan Laku Tasi yaitu Tabita Bani Boys menikah dengan Mateos Lopmata, Tomas Bani Boys menikah dengan Beciba Oebeu, Lazarus Bani Boys menikah dengan Yuliana Kaen, Berbelina Bani Boys menikah dengan Tertulianus Timuli, Regina Bani Boys dan Rahel Bani Boys menikah dengan Soleman Kitu. Sampai tahun 2022 keturunan keluarga Bani Boys ini telah mencapai enam generasi. Mereka tersebar sampai Papua dan Kalimantan.
Setelah ibadah berlangsung dilaksanakan permainan untuk kembali mengakrabkan keluarga. Anak-anak sampai para lanjut usia terlibat dalam permainan. Keceriaan tampak dalam wajah mereka.
Bagian penting dalam kegiatan ibadah marga adalah penuturan silsilah keluarga. Sebuah tim dibentuk untuk menuliskan silsilah. Hasil penelurusan dipresentasikan untuk diketahui setiap keluarga. Setiap orang yang disebut namanya berdiri agar dikenali. Nama keturunan yang berada di negeri perantauan disebutkan. Beberapa keluarga yang dekat di sekitar Kupang atau Kupang tidak sempat hadir, tetapi tetap berbagi kabar. Perbaikan daftar silsilah disampaikan untuk melengkapi. Di akhir kegiatan terlihat semua berkumpul dan berbicara bersama tentang keberlangsung perkumpulan keluarga.
GMIT Klasis Kupang Barat untuk kemuliaan Tuhan.f
Laporan Pdt. yft hb