I HAVE A DREAM (Kisah Ketigabelas Dari Rekoleksi Pelayan GMIT Klasis Kupang Barat Di Fatunausus-Fatumnasi, Mollo)

Nikolas Laidat (tengah)

Fatunausus, gmitklasiskupangbarat.or.id. –“I Have A Dream” (Aku mempunyai sebuah mimpi). Setiap orang memiliki mimpi yang ingin dicapai. Dengan sebuah usaha perlahan mimpi itu bisa menjadi kenyataan. Bercerita tentang mimpi yang menjadi kenyataan, saya punya sebuah mimpi yang sudah nyata, yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidup. Mimpi itu adalah berlibur ke Fatumnasi.  Sebuah surga tersembunyi di Mollo, Timor Tengah Selatan. Ketika tempat ini menjadi viral (terkenal di media sosial) dan sudah menjadi destinasi (tempat tujuan) wisata yang terkenal di dunia saya sangat ingin datang berkunjung. Namun apalah daya tangan tak sampai, kaki tak kuasa melangkah karena berbagai kesibukan sehingga tidak bisa memiliki waktu. Hanya bisa melihat dari media sosial. Banyak yang mengambil spot foto dan video di kaki gunung. Melihat banyak spot unik yang ada di tempat tersebut membuat rasa hati ini terus bergejolak untuk berkunjung.

Tuhan itu luar biasa. Ternyata Tuhan menjawab mimpi saya. Ketika kegiatan Bible Camp Pelayanan Anak dan Remaja (PAR) GMIT Klasis Kupang Barat, terdengar kabar para pelayan GMIT Klasis Kupang Barat memiliki rencana, sesuai keputusan Persidangan Majelis Klasis untuk melakukan kegiatan rekoleksi di Fatumnasi. Tidak disangka saya yang duduk bersama saat itu dengan spontan ditunjuk untuk menangani semua rangkaian acara. Ketika ditanya saya merespon dengan cepat: Saya siap! Tanpa berpikir panjang apa saya mampu atau tidak. Ini kegiatan para pendeta, sedangkan saya bukanlah pendeta. Saya yakin ini adalah cara Tuhan untuk bisa memberi saya kesempatan untuk bisa menikmati ciptaan Tuhan yang tersembunyi. Saya mencoba untuk menyisihkan waktu pada tanggal 3-4 September 2022. Dalam beberapa pertemuan panitia kami merencanakan apa saja yang akan dilakukan di sana. Berbagai kegiatan sudah ada dalam benak dan pikiran saya, saking senang dan bahagia.

Saatnya tiba. Perjalanan dengan jarak tempuh kurang lebih 128 kilometer dari kota Kupang menuju Fatunausus-Fatumnasi. Sepanjang perjalanan menikmati panorama alam menuju Fatumnasi, walaupun jauh tetapi menyenangkan. Perjalanan bersama para pelayan GMIT Kupang Barat dan keluarga. Menikmati udara dingin Soe-Kapan, TTS. Kami sampai di Fatunausus, Desa Fatukoto, Kec Mollo Utara, bukan Fatumnasi. Fatunausus (batuan megah). Awalnya agak kecewa karena tidak sesuai dengan rencana. Membayangkan ada di Fatumnasi, tidur di penginapan ala villa, namun ternyata harus menginap di sebuah tempat yang tersembunyi. Tetapi tidak mengurangi semangat saya, karena ternyata tempat ini memiliki pesona yang tak kalah menarik yaitu batu marmer yang terdapat di dalam cerita tentang TTS. Akhirnya saya bisa melihat langsung, bebatuan yang memiliki ketinggian kurang lebih 1500 meter. Ini sangat menyita perhatian. Meskipun jalan menuju ke tempat tersebut sangat memprihatinkan. Fatunausus… Tempat yang sudah dipilih oleh panitia.

Nikolas Laidat (kedua dari kiri) di Fatunausus

Waktu hampir mendekati sore hari. Beberapa kegiatan harus ditiadakan karena waktu yang tidak memungkinkan. Tenaga yang terkuras dalam perjalanan membuat saya harus berupaya sedapat mungkin untuk melakukan kegiatan dan juga games (permainan) yang bisa menambah semangat. Bahkan untuk melawan hawa dingin yang menusuk hingga ke hatiku. Saya juga berpikir sepanjang perjalanan karena harus mengatur bapa, ibu pendeta yang nota bene adalah pemimpin jemaat. Namun saya percaya bahwa Tuhan yang memberi hikmat. Beberapa kegiatan kami lakukan untuk menambah keseruan, menjalin keakraban, bahkan mengisi kepenatan, menghibur hati dan bisa mengurangi rasa dingin yang menyelimuti tubuh.

Ada banyak hal yang saya belajar dari momen tersebut ternyata. Mengatur pendeta ini tidak segampang mengatur anak PAR ataupun pemuda. Ini membuat saya agak sedikit kesulitan. Ada yang berpikir kritis dalam memaknai games yang saya berikan. Ada yang berpikir bahwa games ini menjadi hal yang menghibur. Ada yang mencoba untuk tekun mengikuti semua aturan. Ketika saya membuat tata tertib juga harus hati-hati. Namun saya mencoba untuk memahami bahwa memang para pendeta lebih sulit untuk mengatur jemaat. Jabatan yang melekat dalam diri para pendeta juga saya rasakan. Karena itu saya mengimani bahwa apa yang saya rasakan tak sebanding dengan apa yang para pendeta rasakan. Saya berupaya sedapat mungkin harus menciptakan suasana yang berkesan agar dapat memberikan hiburan bagi para pendeta.

Ketika malam tiba, saya ke dapur dan melihat beberapa pendeta yang sementara mempersiapkan makan malam. Dengan segala keterbatasan, saya juga mengambil bagian untuk membantu memasak. Akhirnya berkelanjutan untuk memasak makan pagi dan makan siang di hari ke dua. Dari seksi acara sampai seksi konsumsi. Saya merasa bahwa ketika saya berlelah, memasak bagi para pendeta saya beriman bahwa ketika melayani para pendeta akan ada banyak berkat yang Tuhan berikan buat saya. Saat malam menyelimuti dan di waktu subuh saya bangun dengan sukacita untuk memasak, saya merasa bangga Tuhan itu baik. Saya merasa diberkati ketika masakan saya bisa dinikmati. Seorang pendeta mengatakan: Kaka Niko masak sangat enak dan pendeta yang lainnya tersenyum mendukung.

Selesai makan pagi, kami harus siap ke Mata Jemaat Getsemani Oelnonon, Jemaat Bermata Jemaat Netpala. Sebelum ibadah mingggu, saya diminta untuk memilih lagu untuk ibadah minggu menggunakan Tata Ibadah GMIT Model 2 dan menjadi pemandu nyanyian jemaat. Ibadah minggu dipimpin oleh Pdt. Doddy Octavianus (KMK Kupang Barat). Sesudah ibadah minggu saya harus kembali ke penginapan untuk mempersiapkan makan siang.

Setelah makan siang kami menuju ke Fatumnasi, tempat yang sangat saya tunggu. Selama ini melihat orang-orang berfoto di tempat ini. Inilah saatnya untuk saya. Melihat tebing yang tinggi, pohon pinus yang mengelilingi jalan raya, taman bonsai yang menghiasi pemandangan indah, ume kbubu (rumah bulat) yang menjadi identitas orang Timor. Semua menyita perhatian sejauh mata memandang. Meskipun tidak sampai ke puncak Gunung Mutis tetapi setidaknya saya sudah menginjakkan kaki di Fatumnasi. Pesona alam nan indah dipandang mata. Padang yang dikelilingi pepohonan memberikan kesegaran. Keindahan Fatumnasi membuat kami melupakan segala kesibukan. Banyak momen yang diabadikan agar dikenang bahwa saya pernah ada bersama para pelayan dalam sebuah rekoleksi. Semoga perjalanan rekoleksi ini terus berlanjut di tahun-tahun mendatang. Tuhan memberkati semua Pelayan GMIT Klasis Kupang Barat yang sudah memberi saya kesempatan untuk bisa mengatur acara. Saya bisa melayani para pendeta dengan apa yang ada dalam diri saya. Doakanlah kami agar terus berkarya bagi Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.

Dalam rekoleksi ini terdapat banyak hal baik yang saya dapatkan yaitu Pertama, bahwa di antara kami tidak ada sekat perbedaan. Kami sudah seperti sahabat (best friend) atau lebih dikenal bestie. Kedua, tiap pendeta memiliki keunikan karakter: ada yang gokil (gila, namun dalam hal positif), suka foto, suka seru-seruan, sangat baik, welcome dan bahkan humoris.

Mimpi ke Fatumnasi telah menjadi kenyataan. Tuhan memberikan bonus perjalanan bersama para pendeta GMIT Klasis Kupang Barat. Saya membangun mimpi baru lagi dalam harapan menjadi kenyataan di waktu Tuhan. Tuhan memberkati kita.

GMIT Klasis Kupang Barat bagi kemuliaan Tuhan.f

 

Penulis: Pgjr Nikolas Laidat (Ketua Pengurus PAR Klasis Kupang Barat)

Editor: pdt. yft hb

4 Comments

  1. Artikel yang menarik,

    Penggunaan kata /buah/ sebagai satuan

    se + buah = sebuah artinya satu buah

    Jadi bila kita menyebutkan

    /sebuah mimpi/ artinya mimpi itu bentuknya seperti buah

    /sebuah buku/ artinya buku itu bentuknya seperti buah

    /sebuah rumah/ artinya rumah itu berbentuk buah

    Dan seterusnya
    Padahal /buah/ bentuknya bulat

    Bagaimana sebaiknya?
    Bukankah kita perlu memilah secara tepat kata ganti satuan?
    Maka judul tulisan ini mungkin sebaiknya

    Aku dan mimpiku

    Jika mimpi dapat dipadankan dengan impian, mungkin judulnya menjadi

    Mimpiku dan impianku

    Maaf, hanya sekadar urun saran korektif. Teruslah menulis ✍️. Pastikan bahwa dengan menulis, ruang dan celah sejarah telah tertorehkan secara baik walau terbaca hanya pada segelintir orang. Tuhan memberkati. Soda molek 🙏

Leave a Reply