SEJUTA PERISTIWA YANG AKAN TERSAMPAIKAN DALAM TIGA HAL DAN TERSIMPUL DALAM SYAIR

Pdt. Samuel Kase, S.Th diperhadapkan ke jemaat.

Perpisahan selalu menjadi peristiwa yang lumrah. Berpisah dan tak lagi bertemu atau berpisah dan akan bertemu di waktu Tuhan. Selalu saja akan datang momentum untuk berpisah. Tak dapat ditolak, tak dapat ditahan. Menerima kehilangan abadi, menerima perpisahan sementara.

Dalam pelayanan Gereja Masehi Injili di Timor, perpisahan (mutasi) adalah sesuatu yang lumrah. Proses dalam perpisahan menguras “emosi.” Setelah 8 tahun di satu jemaat dan 12 tahun waktu bersama di klasis, pada saatnya akan berpisah. Bahkan perpisahan dapat terjadi sebelum waktu, karena kebutuhan pelayanan.

Hari ini (12/4) terjadi lagi mutasi di GMIT Klasis Kupang Barat. Dalam empat hari terakhir terjadi tiga peristiwa mutasi: 9 April 2022 di Filadelfia Oematnunu, 10 April 2022 di Faut’uf Tapak dan 12 April 2022 di Sebiji Sesawi Tuadale. Pdt. Wempi Maleachi Rini, S.Th dilepaskan untuk melayani di Jemat Faut’uf Tapak dan memperhadapkan Pdt. Samuel Kase, S.Th untuk melayani di Jemaat Sebiji Sesawi Tuadale.

Kebaktian dipimpin bersama oleh para pelayan GMIT Rayon 5 Klasis Kupang Barat: Pdt. Selfiani Laidat (Dalek Esa Tuadale), Pdt. Elbert Toka (Pniel Panaf), Pdt. Elviana Kaleka-Monas (Galed Batubao), Pdt. Maryanti Umbu Zogara (Lidamanu Batubao) dan Pdt. Ester Riwu-Simanjuntak (Imanuel Tuaanak). Sementara pelayan firman adalah Pdt. Dina Dethan-Penpada (UPP Personil MS GMIT). Perenungan firman Tuhan didasarkan pada 2 Timotius 4:9-14. Pendeta Dina menekankan beberapa hal: Pertama, Dalam gereja ada yang tidak terkenal atau tidak mau dikenal tetapi mereka adalah para pendukung pelayanan. Paulus menyebut nama-nama yang tidak terlalu terkenal dan tidak digunakan sebagai nama oleh orang Kristen. Kedua, Mengingat teman pelayan yang setia. Ketiga, Menerima kembali mereka yang melukai hati. Dicontohkan tentang Paulus dan Barabas yang bertentangan tentang Markus (Kis. 15:35-41), tetapi Paulus mau menerima kembali Markus. Keempat, Berhadapan dengan pelaku kejahatan yang berbuat terang-terangan. Atau mereka yang akan bicara langsung di hadapan tentang suatu kesalahan tanpa pandang bulu, bukan bersembunyi (bicara di belakang).  Kelima, Mengambil keputusan-keputusan dan resikonya. Di balik semua keputusan itu, para pelayan membutuhkan kekuatan dari Tuhan. Bahkan menggunakan jubah (toga) dan perkamen (Alkitab) sebagai bagian dalam pergumulan pelayanan. Tangis dan permohonan kepada Allah tertumpah dalam tetes-tetes air mata pergumulan.

Pemberkatan umat oleh para pelayan.

“Lu mau pi Sebiji Sesawi? Itu orang Tuadale dong…. Sebuah pernyatakan yang didengar oleh pendeta Wempi ketika dari Pulau Ternate di Alor ia akan dimutasikan ke Tuadale. Sebuah awal berita yang negatif. Tetapi itu bukan halangan. Sejak 10 Juni 2016 Pdt. Wempi telah memulai pelayanan di Jemaat Sebiji Sesawi. Sampai hari serah terima ia tak mengalami seperti yang diberitakan di awal. Baginya orang Tuadale itu baik. Kehidupan bersama mereka telah merubah pandangan dan kebersamaan. “Terima kasih untuk sukar sulit pelayanan bersama,” ujar Pdt. Wempi dalam derai air mata. Kata-kata dan air mata itu menjadi gambaran kehidupan bersama 5 tahun 10 bulan. Sementara Pendeta Semi  yang dimutasikan dari Jemaat Imanuel Tipa, Klasis Amanuban Timur, bersyukur atas segala sambutan jemaat. Ia akan terus berusaha mempertahankan berbagai pencapaian yang telah dijalankan oleh para pendeta terdahulu. Terima kasih untuk pendeta Wempi dan semua abdi Tuhan yang telah melayani di Tuadale. “Mari bergandengan tangan untuk pelayanan Tuhan. Dukung dan doakan kami selalu”, harap Pdt. Semi.

Pdt. Wempi M. Rini, S.Th

Kepala Seksi Pemberdayaan pada Kantor Kecamatan Kupang Barat hadir dan menyampaikan sambutan mewakili Camat Kupang Barat. Ia menegaskan bahwa mutasi ini sebagai ketaatan kepada Kepala gereja. Mutasi juga mendorong untuk adanya peningkatan kualitas pelayanan. Ia menghimbau agar melepas dan menyambut para pelayan dengan doa. “Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan! Kami memberkati kamu dari dalam rumah Tuhan (Mazmur 118:26), ujarnya menutup sambutan dengan mengutip ayat Alkitab.

“Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.” Ketua Majelis Klasis Kupang Barat, Pdt. Doddy Octavianus, S.Th mengutip pernyataan dari Bunda Theresa dalam menyampaikan suara gembala. Damai menjadi tujuan akhir dari pelayanan. Karena itu jangan cepat menilai, baik itu bagi anggota jemaat maupun pendeta. Perjalanan waktu akan membawa untuk terlihat kinerja pelayan dan pencapaian dalam jemaat.

Bapak Lukas Sanga yang mewakili jemaat, mengungkapkan tentang catatan yang ia tulis sejak tanggal 10 Juni 2016. Baginya hampir sejuta peristiwa tercatat. Tetapi catatan itu hilang. Ia kemudian memikirkan semuanya dalam dua tiga hal, tetapi ikut hilang sejak ia duduk dalam ruang kebaktian. Akhirnya untuk menggambarkan suasana hati jemaat, ia menyatakannya dalam bait lagu: Bukanlah perpisahan yang akan ‘ku tangisi namun pertemuan yang ‘ku sesali. Itu syair lagu Natalia yang dinyanyikan oleh Obbie Messakh. Akh… Rasa sedih yang luar biasa. Walau terlihat tegar, tetapi kata-kata, raut wajah dan mata yang berbinar-binar memberi gambaran tentang rasa hati yang tak rela berpisah dengan pelayan jemaat.

Bpk. Lukas Sanga.

Penulis: Pdt. yft hb

Leave a Reply