REKOLEKSI: SAAT UNTUK MENGASINGKAN DAN MENENANGKAN DIRI (Kisah Pertama Dari Rekoleksi Pelayan GMIT Klasis Kupang Barat Di Fatunausus-Fatumnasi, Mollo)

Fatunausus

Fatunausus, gmitklasiskupangbarat.or.id. -Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia rekoleksi berarti khalwat pendek selama beberapa hari. Sementara khalwat berarti pengasingan diri (untuk menenangkan pikiran dan sebagainya). Rekoleksi menjadi bagian dari penguatan kapasitas dan penyegaran diri. Setiap orang diharapkan dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan segala sesuatu yang baik yang didapatkan setelah rekoleksi. Menyadari akan hal itu maka para pelayan GMIT Klasis Kupang Barat menetapkan salah satu program pelayanan tahun 2022 untuk melaksanakan rekoleksi. Kegiatan dilaksanakan di Fatunausus dan Fatumnasi, Mollo pada tanggal 3-4 September 2022. Kegiatan diikuti oleh pendeta, presbiter non pendeta, Tim Multimedia Klasis Kupang Barat dan keluarga pendeta.

Seluruh peserta menginap di lokasi wisata bekas tambang marmer yang dikelola oleh Mama Aleta Baun Fund. Peserta menginap semalam di tenda yang disiapkan tenda Pemerintah Daerah Timor Tengah Selatan (TTS) melalui Dinas Sosial dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Rekoleksi Pelayan GMIT Klasis Kupang Barat

Perjalanan ke Mollo dimulai pada Sabtu, 3 September 2022. Seluruh peserta berkumpul di sekitar Jembatan Petuk, Kupang. Iring-iringan kendaraan bergerak melaju menuju Mollo melalui Oesao, Oelamasi, Camplong, Takari, Batuputih dan SoE. Bergerak dari daerah panas di Kupang menuju dinginnya TTS. Di lokasi hutan mahoni Bu’at sejenak berhenti melepas lelah dan mengisi tubuh dengan makanan sambil menghirup segarnya udara.

Perjalanan kembali dilanjutkan melewati Oelbubuk dan Kapan, ibukota Mollo Utara. Kapan, kota yang telah terkenal sejak zaman para pekabar Injil mewartakan kabar baik di pulau Timor. Kota tempat Pieter Middelkoop menyampaikan Injil bagi orang Timor.

Memasuki Kapan, udara makin dingin. Bentang alam berubah menjadi perbukitan dan padang yang luas. Tiap wilayah perbukitan memiliki keindahannya sejauh mata memandang. Pepohonan rimbun memenuhi perbukitan dan area sepanjang jalan. Kesegaran udara baru memenuhi rongga paru-paru.

Tiba di Tomenas, berbelok arah barat menuju Desa Fatukoto. Di Danau Kaenka (Nefo Kaenka) Fatukoto rombongan mengarah jalur jalan menuju Fatunausus. Sebuah kali kecil yang curam dan berbelok menyulitkan kendaraan. Akhirnya sebuah minibus ditinggalkan karena dikuatirkan mengalami kerusakan.

Ibu Aleta Baun

Akhirnya Fatunausus ditapaki. Sebuah puncak perbukitan yang dikeliling pohon Kasuari. Di sana menjulang batu marmer. Bekas penambangan masih terlihat jelas. Onggokan batu yang tidak sempat diangkut masih terlihat di beberapa tempat. Penambangan marmer dihentikan sejak perjuangan Ibu Aleta Baun dan masyarakat adat Mollo tahun 2012. Dikutip dari pemberitaan CNN Indonesia (22 April 2017) Ibu Aleta Baun mengatakan: “Kami berjuang selama 13 tahun (1999-2012) menutup tambang marmer. Kami berikrar untuk tidak lagi membiarkan pembangunan dan ekonomi yang merusak alam. Kami berikrar untuk mandiri. Hingga saat ini kami masih berjuang memulihkan alam.” Mama Aleta menambahkan: “Batu ini sudah tidak utuh. Salah satu yang paling mudah memahami isu lingkungan alam itu seperti tubuh manusia. Batu itu tulang, air itu darah, tanah itu daging dan hutan itu sebagai kulit, paru-paru dan rambut. Jadi merusak alam sama dengan merusak tubuh kita sendiri.”

Penolakan tambang marmer itu dilakukan para perempuan Mollo dengan menenun di lokasi tambang. Bagi Mama Aleta Baun, “Perempuan bertanggung jawab menjaga identitas orang timur dan alam, karena mereka yang menenun. Sementara dengan laki-lakinya, kami berbagi peran saat berjuang. Mereka urus rumah, anak, bergantian. Kami juga bergotong royong di lahan orang lain agar dapat upah membiayai perjuangan.” Dia melanjutkan, “Karena berbicara sumber daya alam itu bicara yang mengaksesnya. Perempuan itu banyak mengakses sumber daya alam untuk pangan, dari sayur-sayuran dan lainnya.”

Kuatnya perempuan Mollo

Di Fatunausus inilah aktifitas rekoleksi pelayan GMIT Klasis Kupang Barat dilaksanakan. Batu marmer menjulang di hadapan. Di balik marmer itu membentang luas perbukitan dan terlihat di kejauhan Kota Kapan. Hawa sejuk dan dingin mulai menusuk tulang. Permainan kebersamaan dilakoni dalam kendali Pgjr. Nikolas Laidat. Pendeta, penatua, diaken, pengajar, vikaris dan keluarga pendeta dilibatkan dalam setiap permainan. Selesai melakukan permainan saatnya untuk bersih-bersih badan. Tetapi dingin yang menusuk menghentikan keinginan. Biarkan lengketnya keringat dari Kupang tetap di badan.

Aktifitas merebut balon

Malam tiba. Kegelapan memenuhi perbukitan. Terang hanya terlihat dari tempat bermalam. Sementara sekitar gelap pekat. Hanyalah bintang-bintang menerangi malam dari angkasa. Kegiatan berlanjut dengan pentas seni. Tiap kelompok telah dibentuk dan masing-masing menampilkan atraksi seninya. Para pelayan dan keluarga begitu bersukacita dengan setiap permainan. Gelak tawa dan canda memecah keheningan malam. Sebelum melepas penat, sejenak duduk bersama. Berbagi kekuatan dan energi positif untuk keberlangsungan pelayanan di GMIT Klasis Kupang Barat.

Pagi menjelang (4/9/2022). Ribut-ribut terdengar di keheningan. Rupanya beberapa orang sudah terbangun. Api mulai mengepulkan asap dari dapur. Dingin yang menusuk tak menyurutkan niat untuk bangun pagi. Terdengar saling mengajak untuk mandi. Yang lain tidak mau, tetapi terdengar suara berkata: Mandi sa. Justru kalo sonde mandi nanti tambah dingin. Mandi air dingin, bukan air hangat.” Selesai mandi sebagain berkomentar: Betul e… Mandi ais baru segar. Sonde rasa dingin lae.”

Kabut mulai turun di pagi hari. Setiap kali berbicara, uap mengepul dari mulut. Sesuatu yang jarang atau bahkan tidak ditemukan di Kupang. Segarkan diri di pagi hari dan bersiap mengikuti ibadah minggu.

Pelayan GMIT Klasis Kupang Barat di Getsemani Oelnonon

Aktifitas berlanjut di gedung gereja Mata Jemaat Getsemani Oelnonon, Jemaat Netpala. Gereja ini terletak di Desa Fatukoto. Jaraknya sekitar 2 km dari lokasi kegiatan. Ibadah minggu dipimpin oleh Pdt. Doddy Octavianus S.Th (KMK Kupang Barat). Pelayan GMIT Jemaat Bermata Jemaat Netpala adalah Pdt. Meki Asbanu, S.Th. Ia melayani 4 mata jemaat. Kegembiraan beribadah terpancar di wajah dalam lelah dan kantuk. Sambutan meriah diterima oleh para peserta rekoleksi. Apalagi hadir seorang sesepuh TTS Bapak. Eldat Nenabu. Saling berbagi tanda kasih dan melalui berbagai natura yang dilelang untuk pembangunan.

Selesai ibadah mulai bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke Fatumnasi sekaligus perjalanan pulang. Setelah membereskan hal-hal yang perlu di penginapan, rombongan menyinggahi Nefo Kaenka (Danau Kaenka). Sebuah danau yang telah dikelola menjadi tempat wisata. Terlihat beberapa tenda di sana. Rupanya ada yang menginap. Keramaian mulai terasa di tempat ini pada siang hari. Untuk masuk lokasi Nefo Kaenka dikenakan tarif sukarela.

Di Hutan Cagar Alam Gunung Mutis.

Dari Nefo Kaenka perjalanan menuju Fatumnasi dimulai. Tiba kembali di Tomenas, dan berbelok menuju Gunung Mutis. Sepanjang jalan kembali dimanjakan dengan hamparan perbukitan dan hijaunya alam Mollo. Rombongan memasuki kawasan cagar alam Gunung Mutis. Pandangan mata tertuju pada pepohonan yang berusia ratusan tahun. Lokasi ini telah viral di media sosial yang mengundang kehadiran orang dari berbagai penjuru. Lokasi ini disebut sebagai salah satu surga tersembunyi di NTT.

Puas menikmati suasana alam Mutis, rombongan mulai bergerak kembali. Langit sore mulai terlihat memerah dan hamparan keindahan alam Mollo masih tetap mempesona. Desa Fatumnasi, Kecamatan Fatumnasi sementara ditata menjadi salah satu tujuan wisata andalan di TTS.

Dalam perjalanan kembali, rombongan sejenak berhenti di Desa Ajaobaki. Di sana terdapat UMKM Wanita Tani Suka Maju. Rombongan disajikan nikmatnya kehangatan minuman Jasuku (jahe susu kunyit) dan berbagai camilan dari yang diolah dari hasil bumi Mollo. Tempat ini menjadi titik terakhir pertemuan rombongan. Selepas dari Ajaobaki, perjalanan dilanjutkan dengan menuju ke kediaman masing-masing.

Kupang – Fatunausus – Fatumnasi – Kupang. Sebuah perjalanan yang akan membuat mata terbelalak dan rasa dalam diri bergejolak. Sebuah perjalanan untuk mengisi energi bagi tubuh dan diri. Perjalanan ini adalah perjalanan menikmati alam karya Tuhan, bukan perjalanan merusak alam, terutama dengan membuang sampah sembarangan. Lebih dari itu, kebersamaan para pelayan GMIT Klasis Kupang Barat untuk menantang firman dan karya Tuhan, kiranya tetap terjaga.

GMIT Klasis Kupang Barat untuk kemuliaan Tuhan.f

Penulis: Pdt. yft hb

Leave a Reply