DUNIA YANG BERUBAH MEMBUAT ORANGPUN BERUBAH

Manulai1,gmitklasiskupangbarat.or.id, -“Orang Inggris bilang: World changes, people change (dunia yang berubah membuat orangpun berubah). Salah satu yang mempengaruhi manusia dalam perubahan itu adalah kita telah kehilangan kepedulian yang murni.”

Pdt. Arly Elizabeth Maria de Haan, M.Si mengatakan hal ini sewaktu memimpin Ibadah Pengutusan Pdt. Yunita Elizabeth Abolla, M.Th, Perhadapan Pdt. Feronika Yoseta Gella, S.Th dan Pdt. Iwan Julianus Lay, S.Th dan Serah Terima Ketua Majelis Jemaat GMIT Talenalain Manulai 1, Minggu (3/7/2025).

(kiri-kanan) Pdt. Yuni. Pdt. Feronika dan Pdt. Iwan (doc. Kubaline)

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa yang tersisa dari kepedulian yaitu kepedulian semu: peduli yang ditunjukkan di media sosial, tetapi menutup diri dari kenyataan sekitar dan ketidakpedulian total atau anti sosial (ansos):  mencukupi diri sendiri dan tidak membutuhkan orang lain.

Pdt. Arly yang merupakan dosen pada Fakultas Teologi Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang ini menjelaskan firman Tuhan berdasarkan Keluaran 3:1-17. Tema bersama Sinode GMIT bulan kebangsaan yaitu Allah Peduli dan Memiliki Rencana bagi Bangsa Indonesia. Ia memberikan gambaran mendalam tentang kepedulian Allah dalam tiga wajah. Dari sanalah dipelajari untuk menjadi manusia dan gereja yang peduli, bukan yang palsu, tapi secara nyata, mendalam dan transformatif. Pertama, Allah menyapa di padang gurun (ay. 1-6). Kisah ini dimulai bukan di ruang ibadah, bukan di altar, tetapi di padang gurun, di tengah kesunyian dan pekerjaan rutin seorang Musa yang sedang menggembalakan domba. Ia adalah pelarian dari Mesir, orang yang hilang arah dan identitas. Tapi justru di tempat yang tak diperhitungkan, Allah datang menyapa. “Musa, Musa!” (ay. 4). Sebuah panggilan yang menyatakan relasi pribadi dan pemulihan harga diri. “Tanggalkan kasutmu…” (ay. 5).  Tanah biasa pun menjadi kudus saat Allah hadir di dalamnya. Inilah kepedulian Allah yang pertama: Dia tidak hanya hadir bagi yang kuat, sukses, dan layak. Dia menyapa mereka yang dianggap gagal, tersembunyi, dan hancur. Kepedulian ini mengangkat martabat dan menyembuhkan trauma, seperti Musa yang dibangkitkan dari ketakutannya untuk menjadi pemimpin.

Kedua, Allah melihat, mendengar dan mengetahui (ay. 7-9). “Aku telah melihat kesengsaraan umat-Ku…” “Aku telah mendengar seruan mereka…” “Aku mengetahui penderitaan mereka…” Tiga kata ini bukan slogan. Dalam konteks Alkitab, ini menunjukkan Allah yang hadir sepenuhnya, dalam tubuh, dalam jiwa, dalam solidaritas sejati.  Melihat bukan sekadar menatap, tapi menyaksikan secara aktif. Mendengar berarti membuka hati terhadap jeritan manusia, bukan sekadar kata-kata indah dalam doa. Mengetahui adalah keterlibatan yang dalam—Allah merasakan luka umat-Nya seperti luka-Nya sendiri. Allah tidak jauh. Ia tidak cuek. Ia turut merasakan dan berkomitmen membebaskan. Inilah kritik terhadap masyarakat modern yang “melihat tapi tidak peduli,” “mendengar tapi tidak bereaksi,” “mengetahui tapi memilih diam.”

Ketiga, Allah mengutus (ay. 10-17). Allah tidak berhenti pada empati. Kepedulian-Nya memuncak dalam tindakan penyelamatan. Tapi yang mengejutkan: Allah tidak melakukannya sendiri. Ia memilih Musa. “Maka sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau…” (ay. 10). “Aku akan menyertai engkau…” (ay. 12). Bagian teks ini dapat dilihat bahwa kepedulian Allah selalu menular. Ia memanggil kita untuk terlibat. Ia tidak sekadar menyuruh Musa berdoa, tapi mengutus Musa untuk bertindak. Allah tahu Musa punya luka masa lalu dan merasa tidak layak. Tapi kepedulian Allah membentuk ulang Musa menjadi alat pembebasan. Ia pun menjanjikan penyertaan-Nya, karena kepedulian sejati membutuhkan keberanian untuk keluar dari kenyamanan dan melawan penindasan.

Pendeta yang menyelesaikan pendidikan teologi strata satu dari Fakulatas Teologi UKAW Kupang ini merefleksikan bahwa di bulan kebangsaan ini, kita diingatkan bahwa Bangsa Indonesia membutuhkan umat Allah yang peduli secara nyata. Peduli pada pendidikan, karena masa depan bangsa dibentuk dari ruang belajar. Peduli pada lingkungan sosial: jangan menjadi gereja yang steril dan eksklusif. Peduli pada keadilan sosial, karena Firman Tuhan tidak pernah netral dalam ketidakadilan. Jika Allah melihat dan mendengar bangsa-Nya, maka gereja tidak boleh buta dan tuli terhadap jeritan bangsa Indonesia hari ini: korupsi, kemiskinan, intoleransi, pengangguran dan berbagai bentuk ketidakadilan.

Berkenaan dengan perhadapan dan pengutusan pendeta di Talenalain Manulai 1, Pdt. Arly mengingatkan agar menjadi komunitas yang peka, peduli dan menjadi wadah untuk orang merasakan kepedulian Allah. Berdasarkan sejarah jemaat ini adalah “jemaat petarung” yang datang dari Bilba Rote. Jemaat yang bertumbuh dalam rentang waktu dengan segala kisahnya. Salah satu kisah yaitu jemaat ini pernah dilayani oleh pasangan suami istri Pdt. Agustinus Bolla dan Pdt. Aleta Gella. Setelah itu selalu dilayani oleh pendeta perempuan. Di tahun 2025 sejarah kembali terulang dengan hadirnya pasangan Pdt. Iwan Lay dan Feronika Gella. Allah yang menyapa Musa, menyapa Pdt. Iwan dan Pdt. Feronika di Talenalain Manulai 1. “Ini jemaat muka baik-baik, hati baik-baik, ini jemaat yang diasuh pendeta perempuan dengan kelemhlembutan,” ujarnya.

Kepada Pdt. Yuni ia menyampaikan bahwa Pdt. Yuni telah selesai menempatkan jejak di Talenalain Manulai 1. Ia telah menjadi saluran kepedulian Allah. Ringankan kaki, perluas hati, berjalan bersama Sang Pemilik pelayanan.

Pdt. Yunita Eizabeth Abolla, M.Th diutus ke Jemaat GMIT Efata Belo Klasis Kota Kupang Barat. Pdt. Feronika Yoseta Gella, S.Th dan Pdt. Iwan Julianus Lay, S.Th menggantikan Pdt. Yuni. Pdt. Feronika sebelumnya melayani di Jemaat Agape Kupang Klasis Kota Kupang dan Pdt Iwal dari Jemaat Imanuel Oepura Klasis Kota Kupang.

GMIT Klasis Kupang Barat bagi kemuliaan Tuhan.f

 

Laporan: Pdt. yft hb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *